Jumat, 17 September 2010

Catatan Sunyi



Malam ini hujan beraroma mawar turun membasuh dinding kota, hingga tubuhku yang bertahun-tahun berkarat dan letih tiba-tiba saja berubah menjadi harum, seperti ada tangkai mawar merambat melalui pembuluh darah, angin malam menaburkan serbuk - serbuk mawar ke tubuhku, aroma bunga, mengepungku dari segala penjuru.

Aneh sekali, kota yang biasanya berbau busuk dengan serta merta berubah aromanya. Tidak ku cium lagi aroma got, asap knalpot, serta keringat warga kota. Jika aku pejamkan mata, seolah aku sedang berada di sebuah kebun, dengan kuntum-kuntum mawar merambat di atas pagar. Tapi betapa kecewanya diriku, tatkala membuka mata dan melihat kenyataan yang nampak di depan mata. Hanya aromanya yang berganti, rupa kota dan penghuninya tidak.

Rinai hujan memang sudah mengecil, tidak sederas tadi, aroma mawar tidak begitu pekat terhirup. Aku berjalan keluar, ingin tahu apa reaksi orang-orang dengan hujan yang turun tidak lazim ini. Ah, ternyata tidak ada yang istimewa, kendaraan masih berlalu lalang, dan tidak nampak ekspresi luar biasa dari orang-orang yang berteduh di bawah atap toko.

Jangan-jangan ada yang salah dengan hidungku...

"Kamu tidak jadi pergi? ", suara seseorang, terdengar dari arah belakang, dari hembusan nafasnya yang beraroma kamboja aku tahu itu dia. Aku balikan badan, di depanku, sesosok makhluk berdiri, berwajah sangat pucat dengan sayapnya yang sangat lebar, berwarna hitam dan terlihat angkuh bagi tubuh mungilnya. Aku mengangguk padanya.

"Kenapa? Kamu mulai suka dengan kota ini? Mulai di rasuki dengan aroma busuknya yang tercium begitu harum di hidungmu?."

"Oh Ned, kekalahan ini tidak patut untuk dirayakan, terlebih lagi, aku terlalu letih untuk bepergian, terlalu berat untuk menjalani hidup sebagai seorang nomaden kesepian." Kataku pada makhluk beraroma kamboja yang ku panggil Ned.

"Haha... Kalah dan menang hanya milik orang yang pernah berusaha, sedangkan kamu, sekedar mencoba saja belum pernah, lalu kenapa mesti kalah? ." Ujar Ned dengan sinis.

"Justru itu, aku akan kembali mencobanya disini, kamu tahu bukan, hutan masa laluku teramat kelam untuk di ceritakan, aku ingin membuat jarum jam itu terus berputar, hingga kokok ayam jantan memberi tahu bahwa pagi telah tiba, dan aku dapat melanjutkan hidupku kembali, kelak aku ingin pulang dengan membawa aroma mawar atau melati."

"Meskipun kamu masih tetap merasa bahwa engkau adalah orang yang paling tidak beruntung, tinggal di gudang hanya untuk menanti ajal datang." Ned lalu memperlihatkan sesuatu padaku, secarik kertas dari masa lalu, yang memperlihatkan coretan-coretan.

keluarga
cinta
mimpi
cita-cita
sahabat
sekolah
kuliah
ketulusan
kebebasan
kebodohan

Aku tidak mengira, Ned masih menyimpannya, aku kira ia telah membuang coretan itu beberapa tahun ke belakang.

"Agar kau selalu ingat, bahwa kita pernah berada dalam satu jiwa." Katanya seolah mengetahui apa yang sedang aku pikirkan. "Kamu masih ingin pergi? kalau mau aku bisa mengantarkanmu sekarang."
***

Selalu ada tempat untuk merayakan kekalahan kecil, bersama sunyi yang berada di bawah pohon pinang yang menjulang. Di dedahan pinang itu melilit sebuah kabel serupa sulur, diatasnya ada lampu kerlap-kerlip yang bersinar, seolah sedang menggoda para pengigau untuk datang.

Saat bintang-bintang enggan untuk memberi terang, warna-warni lampu kota menemaniku. Aku jadi tahu,ternyata ketenangan bisa berarti duduk diam tanpa menghiraukan orang dan kendaraan yang berlalu lalang, juga tidak berpikiran macam-macam, seperti pohon cemara yang memilih untuk bertahan dari terpaan musim.

Ingin pergi ke danau, guna menghabiskan sisa sunyi diantara pohon cemara, ingin menikmati suasana pagi dengan menjelma menjadi seekor semut, merayap di sebatang dahan, merasakan aroma kulit kayu yang segar. Tapi disini mana ada pohon cemara, danau jaraknya cukup jauh, sementara esok hari aku masih harus bekerja. Biarlah, dengan menikmati udara malam di bawah pohon pinang yang gemerlapan pun aku sudah sangat bersyukur.

Ned tersenyum di sampingku.

"Suatu saat bintang di langit akan jatuh seperti buah mangga yang matang di pohon, menggantikan sunyi yang sekian lama bertahta di hatimu." Kata Ned padaku.

Iya Ned, aku yakin kok, bahwa tidak ada suatu jiwa pun (diri) melainkan ada penjaganya , karena itu tidak ada alasan lagi bagiku untuk merasa kesepian, atau merasa kehilangan...

Cianjur, 21 Maret 2010

0 komentar:

Posting Komentar