Jumat, 17 September 2010

Menulis Sebagai Terapi Sakit Hati


“Kamu abis nangis? “ Tanya Nono temanku sambil memerhatikan mataku yang sembab.

“Tidak, aku habis nulis". Jawabku. Nulis sambil nangis, hiks!
“Habis nulis kok matanya bengkak? Ayo, jujur deh, pasti abis nangis”
“Aku baru beres nulis kok, Cuma, sambil nulis aku nangis”.
“Tuh kan, abis nangis, kenapa? “
“Nggak apa-apa, sekarang perasaanku sudah agak baikan kok, tadi sudah di curhatin ke buku, hehe..”.


Hei, kamu pasti pernah merasakan, bagaimana perihnya sakit hati. Ya, yang namanya hidup pasti selalu ada beraneka macam masalah, yang ujung-ujungnya membuat kita prustasi, terluka, patah hati. Rasanya tidak baik jika kita membiarkan perasaan itu berlarut-larut hingga mengakibatkan orang-orang di sekitar kita kalang kabut. Tidak baik melampiaskan kekesalan kita dengan marah-marah. Selain nangis, sabar, berdoa, curhat ke teman-teman, ternyata menulis pun bisa menjadi obat mujarab untuk meredam perasaanmu yang tidak menentu.

Sebelum aku melanjutkan tulisan ini, aku mau bercerita dulu pada kalian.

Suatu hari, aku pernah merasa beruntung, memperoleh seorang kawan yang baik hati lagi pengertian. Aku yakin, dialah sahabat sejati yang di kirim tuhan untuk menemani hari-hariku yang sunyi , jauh dari keluarga dan tanah kelahiran.

Akan tetapi, senyumnya yang senantiasa ada untukku tiba-tiba meredup, bahkan tidak lama kemudian senyum itu hilang! Aku kembali pada kehidupanku yang dulu, yang berlumut dan terasing.

Aku berkaca ke dalam diriku sendiri: Tidak pandai bergaul, tidak mudah beradaftasi dengan lingkungan, pendiam. Pantas saja dia menjauhiku, barangkali aku bukan kawan yang baik untuknya.

Sakit hati? Ah itu tidak seberapa, hatiku pernah merasa sangat sakit, pada saat malam takbiran dua tahun kebelakang.

Saat itu, ketika orang-orang tengah merayakan hari kemenangan menyambut esok pagi nan fitri, aku mesti tinggal seorang diri disebuah kamar kontrakan sempit, tanpa teman, keluarga, tanpa baju baru, kue-kue lucu, maupun ketupat dan opor ayamnya. Sebab saat itu, aku tidak memiliki uang untuk pulang kampung.

Sakit hati? Ah itu tidak seberapa. bahkan, pada saat jiwa dan ragaku sudah tidak kuasa menahan beban dan kecemasan, Aku sempat ingin mengakhiri hidup!

Sakit hati? Ah, itu belum seberapa! Masih banyak orang-orang yang memiliki kisah hidup menyakitkan, masih banyak orang-orang yang tinggal di sebuah lingkungan yang lebih keras dan kejam.

Beruntung sekali aku memiliki kegemaran menulis, yang pada akhirnya, kebiasaan menulis itulah yang mampu membuatku bertahan, melepaskan racun-racun yang menumpuk didalam otak. Baik di sadari maupun tidak, menulis telah menyelamatkan jiwaku, menerapi hatiku. Selain dengan lima obat hati yang dilantunkan Opick tentunya.

Hei, perasaanku jadi lebih tenang setelah menceritakan sepenggal kisah hidupku pada kalian!

Teman Yang Pengertian

Aku menulis puisi di bawah ini ketika aku dilanda kepanikan.

Rumput liar telah mati

Kepada penggembala,
Yang nanti sore tiba
Sudahkah engkau mendengar kabar
Jika rumput liar di tengah padang
Telah layu dan tidak ingin lagi menulis puisi
Percuma kau pergi ke savana
Ia tidak akan ada disana
Jemarinya yang kecil
Tidak mampu lagi memegang pensil

Sehabis bunga-bunga menebarkan warna,
Kau tidak akan pernah lagi menemukannya.

Cianjur
16-08-2008

“Selamat tinggal, aku akan mati dulu sebentar”

Puisi penebar terror! Haha! Yang memaksa taman-temanku untuk membuat puisi balasan untuk dikirim padaku via sms.


Tahukah engkau
Penyihir kata telah menyisipkan lempeng puisi di benakmu
Lalu bait menjelma bunga di muara air
Kuncup mudanya tak henti bermain riang
Di desau angin
Jangan berhenti,
Kuncupmu hampir mekar.

-vinas-

Begitulah, ketika aku merasa panik atau merasa tidak nyaman dengan sesuatu, aku menuliskan perasaan itu dalam bentuk tulisan. Terserah orang mau menganggapku cengeng, melankolis, atau apa pun itu, yang jelas, rasa sakit dan kesedihanku bisa tersalurkan ke hal yang positif. Meski tak jarang teman-temanku mencibirnya juga.

“Oh, jadi kekuatan seorang calon penulis bernama khoir Cuma segini, ah cemen!” kata temanku, seorang cerpenis bernama Yessy af sinubulan. Ya, berita kematian sebatang rumput telah menyebar keseluruh pelosok! Beruntung, aku masih memiliki teman-teman yang pengertian, yang tidak pernah berhenti memberiku kekuatan. Kata salah seorang temanku, “ Ada saat kita harus berjalan pelan dan tertatih-tatuh, ada banyak hal yang tidak kita dapatkan saat berjalan tergesa”

Itulah, salah satu keuntungan menulis di saat-saat panik, salah satunya, bisa mempererat tali persahabatan.

Sembuhkan rasa sakitmu dengan menulis.

Tahu tidak, tatkala emosi kita sedang meledak-ledak, energi yang ada di dalam tubuh kita bertambah, kepala kita rasanya mau pecah! Sayang sekali bukan, jika energi yang besar itu di sia-siakan dengan teriak-teriak, mengurung diri di kamar, menangis di bawah selimut!. Karenanya, coba deh kamu tuliskan perasaanmu itu.

Terlebih lagi, buat kamu yang ingin bisa menulis tapi sulit untuk mngeluarkan pikiran-pikiran yang masih mengendap di dalam otak. Hei! Kamu bisa memulainya dari sekarang! Dari perasaan-perasaan yang ada didalam dirimu!

Menulis itu sebuah proses, kita tidak bisa serta merta menciptakan masterpiece, tanpa lebih dulu melalui proses yang panjang dan berliku.

Di bawah ini aku punya tips sederhana yang bisa kamu terapkan dalam keseharianmu:

Tipsnya enteng saja, jika kamu sudah memiliki handpone dan handpone itu kamu bawa kemana pun kamu pergi, bagus. Jika kamu mempunyai sebuah laptop dan tidak bisa pergi kemana pun tanpa laptop kesayangan, bagus. Jika kamu senang membawa buku catatan kecil di saku bajumu plus alat tulisnya, bagus. Atau, kamu maniak dengan facebook atau pun blog? Yup, bagus! Karena dengan fasilitas-fasilitas yang aku sebutkan diatas, sebetulnya kamu sudah punya modal untuk membuat sebuah karya hebat! Bagaimana caranya?

Tulis perasaanmu, biarkan imajinasimu terbang, melayang! Ketika hatimu merasa tersentuh oleh sesuatu, merasa rindu, marah, benci, dendam, tulislah semua perasaanmu itu dalam beberapa baris kata, yang menggambarkan suasana hatimu saat itu. Sederhana sekali bukan? Awalnya kamu menulis perasaanmu, lalu pengalamanmu, lalu pandanganmu terhadap lingkungan di sekitarmu, lalu karakter orang-orang di lingkunganmu, lalu kamu menulis beberapa bait puisi, lalu cerpen, lalu kamu ingin terus menulis! Begitulah yang aku rasakan selama ini. Aku menulis buku harian, catatan perjalanan, puisi, cerpen, meskipun masih sebatas personal, belum berani di publikasikan.

Kamu boleh menulis apa pun yang kamu rasakan, dengan catatan, kamu mesti mengimbanginya dengan banyak membaca buku, dan jeli menangkap isyarat yang di bertebaran di sekelilingmu. Tangkap isyarat itu, lalu tulis dalam catatanmu.

Maka, pada saat dirimu telah mempunyai niat untuk membuat tulisan yang serius, baik artikel, cerpen, novel, puisi, makalah, kamu tidak akan merasa terbebani dan kesulitan untuk mengelurkan kata-kata yang berputar-putar di kepala. Aku bisa bicara seperti ini karena waktu ku buat nulis lebih banyak dari pada untuk bicara! Aku kurang lancer berbicara di depan umum, aku labih menyenangi berkutat dengan diri sendiri, menulis, menulis. Ingat lho, bahasa yang terus dilatih akan semakin lincah. Dan, kamu akan heran sendiri, ketika kamu bisa menyelasaikan tulisanmu hanya dalam beberapa waktu saja, meski kamu menulisnya dalam suasana hati yang tidak menentu!.

Menulislah!

Lebih baik marah-marah dalam sebuah cerpen daripada marah-marah langsung sama orang yang kita tidak suka! Selain akan menjadikanmu lebih kreatif, perasaanmu pun akan jauh lebih baik.


Setelah kamu menyelesaikan tulisanmu, terserah kamu mau diapakan hasil karyamu itu, mau di buang, di baker, di simpan, di berikan ke teman, di kirim ke Koran, di muat di blog, ya terserahlah! Itu hak kamu!. Yang penting perasaanmu bisa lebih tenang sekarang.

So, dari pada larut dalam pikiran yang kusut, lebih baik kamu menyalurkannya ke hal-hal yang positif, salah satunya adalah menulis.

Eh, tahu tidak, sebenarnya saat ini aku sedang menerapi hatiku dengan menulis artikel ini, yup, saat ini aku tengah sakit hati sama seseorang, sakit hati karena lingkungan dan kehidupan, sakit hati karena sampai sekarang belum juga menemukan sosok sahabat sejati, sakit hati karena impian yang masih jauh di awang-awang !

“Hatimu masih sakit? Kok belum berhenti menulis?” Tanya Nono
“Sakit hatinya sih sudah lumayan reda, Cuma, tanganku belum mau berhenti menulis! Awalnya sih mau corat-coret saja, eh tiba-tiba muncul ide-ide lain untuk melanjutkan corat-coretku ini jadi sebuah cerita”. Kataku. “ di dalam cerita ini, Sekarang aku sedang balas dendam dan memarahi orang yang telah membuatku sakit hati, hehhee”.
“Dasar!”.[]




To: teman-temanku yang sudah curhat tentang sakit hatinya, aku buat artikel ini untuk kalian, mulai sekarang harus percaya pada kekuatan sebuah tulisan, dan jangan malas lagi buat nulis, aku mengerjakan tulisan ini di sebuah gudang rongsokan setelah beres kerja lho, di tulis tangan dulu! Ayo…! Pergunakan laptopmu sekarang juga, kalau gak di manpaatkan, buat aku aja, hehee ( becanda ding!)
 

0 komentar:

Posting Komentar