Jumat, 19 Agustus 2011

Puisi Penyair Korea

Harga : Rp 70.000
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Tangal Penerbitan : April 2007
Bahasa : Indonesia dan korea
Halaman : xxii + 228 hlm
Ukuran : 13,5 x 22,5 cm
Alih bahasa : Chung young Rim
Kata pengantar dan Editor : Sapardi Djoko Damono

Membaca semua puisi dalam buku ini seperti menikmati sebuah pagi yang tenang, sajak-sajaknya bersahaja, tidak terlalu membuat pusing kepala, seperti puisi Kim Dongmyeong berikut ini:

Hatiku

Hatiku adalah danau
engkau mendayung datang
aku memeluk bayangan putihmu
bagaikan permata hijau
akan kuremukkan diri di ujung perahumu

Hatiku adalah api lilin,
kau tutupi pintu itu.
Tergetar aku sentuhan ujung lengan baju suteramu dengan
tenang,
membakar diri sampai tetes terakhir

Hatiku adalah pengembara,
engkau tiupkan sulingmu.
Aku mendengarnya di bawah rembulan, dingin-senyap
kutidak akan tidur sepanjang malam

Hatiku adalah daun yang berguguran,
ku minta kau singgah sejenak di pekaranganku
bila angin bertiup, kubagaikan pengembara
dengan sepi, akan kutinggalkan dirimu.

Kim Dongmyeong

Coba simak puisi Lee Janghui ini:

Musim Semi Adalah kucing

Pada bulu kucing yang halus bagaikan bunga
masih terasa halus lembut semerbak musim bunga
bergolak nyala api musim semi
pada bulat mata kucing, bagaikan genta emas
bergolak nyala api musim semi

Pada bibir kucing yang terkatup lembut
tersurat kantuk musim bunga

Pada kumisnya yang lurus tajam
menari-nari semangat musim bunga.

Lee Janghui


Atau puisi Noh Cheonyeong:

Jangkrik

Karena tidak baik di ketahui tempat sembunyi
karena tidak baik menampakan keadaanmu
kau menangis dalam diam sepanjang malam

Pada malam hari ada yang menangis bersamaku
waktu terang bulan aku sembunyikan kau
dalam-dalam
hari ini pun di balik tangga batu
kau tetap menjaga malamku yang sedih

Noh Cheonyeong



Dalam buku ini, selain kita bisa menikmati puisi-puisi dari para penyair Korea pada tahun 1920-an hingga 1950-an dalam dua bahasa, korea dan indonesia, kita juga bisa mengetahui biodata masing-masing penyairnya, hingga sedikit banyak kita tahu bagaimana proses kreatif serta sejarah kesusastraan korea.

Menurutku puisi yang paling menarik adalah puisi yang berjudul Puisi Buat Rakyat Indionesia, yang di tulis Park In - Hwan, bagaimana di dalam puisi tersebut di gambarkan situasi bangsa Indonesia sewaktu masih di jajah oleh Belanda, rasa nasionalis saya terpacu ketika membaca puisi yang cukup panjang ini ( Hingga saya tidak sempat menulisnya di catatan ini, maaf ya ) simak larik berikut ini:

Belanda tidak membina gereja
seperti portugis dan spanyol
tidak mendirikan Bank seperti orang inggris
pribumi tidak punya minat menabung
tidak punya uang juga
belanda membangun jalan-jalan baru
membawa harta benda ke negaranya
dari gudang asia tanpa izin pemiliknya..

Hmmm.. dari pada ngantuk baca tulisan saya yang membosankan ini, lebih baik kita baca uraian kata pengantar dari sang pakar, pak Sapardi Djoko Damono, di bawah ini saya tulis sebagian kata pengantar dalam buku itu, saya persilahkan pak sapardi untuk memberikan Kata pengantarnya

“Silahkan Pak Sapardi.” kata saya.

“Makasih Rumput..” kata Pak Sapardi.

Kata pengantar Puisi buat Rakyat Indonesia

Kebudayaan Korea telah melahirkan tradisi tulis sejak ribuan tahun yang lalu, yang pada awalnya memang tidak bisa di pisahkan dari tradisi tulis Cina. Cina, Korea dan Jepang di tinjau dari kejauhan tampak serupa, tetapi yang dalam kenyataannya masing-masing menunjukan ciri khas seperti yang tersurat dalam keseniannya.

Tanpa harus bersandar pada kaum romantik, dalam puisi korea alam muncul tidak hanya sebagai acuan tetapi lebih sebagai jiwa yang berdenyut dalam kehidupan bangsa itu. Manusia adalah bagian tidak terpisahkan dari alam. Kesadaran semacam itulah yang menyebabkan para penyair korea menempatkan alam tidak sekedar sebagai sandaran citraan dan perlambangan, tetapi sebagai roh puisinya.

Ciri lain yang menonjol dalam puisi yang terkumpul dalam buku ini adalah ungkapan kemarahan atau rasa tertekan bangsa korea terhadap penjajahan jepang selama puluhan tahun. Yang khas dalam pengungkapannya adalah penggunaan perlambangan alam untuk mengungkapkan pengalaman itu. puisi lirik yang di tulis penyair-penyair seperti Kim Doongmyeong, Kim Donghwan, dan kim sangying di pergunakan untuk mengungkapkan rasa tertekan itu. ...

Sapardi Djoko Damono

Sebagai penutup, saya tulis satu buah sajak dari Joo Yohan (1900-1979), seorang penyair yang sempat di asingkan ke Shanghai.

Bunyi Hujan

Hujan datang
malam membentang sayap dalam senyap
bisik hujan di halaman
seperti ciap anak ayam

Bulan gerhana nampak seperti benang
musim semi mengalir di sinar mentari
angin panas pun berhembus
tapi malam gelap ini hujan mulai datang

Hujan datang
para tamu yang datang mendekat mesra
aku membuka jendela dan ingin menyambutnya
tetapi hujan berbisik tidak kelihatan

Hujan datang
di halaman, di luar jendela, di atas genting.
Hujan datang membawa berita baik
sampaikan itu pada hatiku
orang lain tidak perlu mengetahuinya


Joo Yohan.

Dan di bawah ini saya tulis juga dua orang Joo Yohan kecil, satu tinggal di Gresik Aji S Ramadhan, satu lagi entah tinggal dimana..

Hujan menyapaku
di lantai tak mengeras
walau sakit menatapku
mungkin hilang jika tersenyum.

" Apakah butiran hujanmu sedingin disini?"

kicauan rintik air
terjatuh di biri-biri langit
tetesan sunyi,
akan menempel di dedahan membiru
hingga aku lantunkan syair
empedu membocor untuknya

Gresik 19-02-2010. Aji S Ramadhan.

Udara sedingin nyala lampu yang tersaput hujan
butiran bening laksana beling
bersama angin
menampar genting

Air bah,
sesuatu telah membuatnya jatuh
aku kira tadi malam ada seseorang yang berdoa
agar bumi segera di basuh
seorang lelaki memang telah lama berkarat tanpa cinta di kota itu.

cianjur,19-02-2010 lelaki rumput

Salam.




Catatan Tidak Penting Sekali

Kadang, mengingat hal-hal konyol dari diri sendiri bisa menyegarkan pikir dan rasa yang mulai jenuh dan penat lho. Berikut ini daftar keanehan dan kekonyolan yang pernah aku lakukan:

- Waktu kelas enam SD, aku pernah bilang gini pada calon wakil rakyat yang akan turun dari atas panggung seusai kampanye, "Pak, bunga mawarnya bagus, warna kuning, bolehkah saya memintanya buat kenang-kenangan?" disertai tawa renyah bapak itu pun memberikan bunga mawar kuning dari dalam saku kemejanya padaku. Sejak saat itu, aku berpikir, jika besar nanti aku mau pilih partai yang warnanya kuning saja, seperti warna mawar yang diberikan bapak calon wakil rakyat itu. Hoho.. parah ya.

- Gak tahu kenapa, setiap kali kirim cerpen atau puisi ke koran dan lomba, pasti aku pilih cerpen atau puisi yang menurutku paling jelek, sementara karya yang menurutku lumayan, lumayan jelek maksudnya, aku kasih ke teman atau aku publish di Blog dan FB!  Haha, gak niat banget jadi penulis ya ^^

-Aku kurang peduli pada penampilan, bahkan ketika hendak pergi ke acara resmi bertemu Walikota aku hanya memakai sandal jepit! Alasannya karena teman yang mau meminjamiku sepatu tidak datang ke tempat acara ! hahaha..Bukan hanya itu, ketika mengikuti ujian kesetaraan selama beberapa hari, aku pernah juga cuma pakai celana olahraga berwarna hitam! Hehee..
Terus, aku pun pernah ditegur ketua FLP Sukabumi karena memakai kaos dengan tulisan Jakarta UnderCover pada pertemuan FLP, padahal yang lain pakaiannya pada alim :D

- Kamu percaya aku pernah mengikuti audisi Indonesain idol? Ya, aku pernah ikutan audisi idol di Bandung, bukan kemenangan yang kudapat, tapi rasa capek karena mesti pulang dengan cara jalan kaki dari Cianjur ke Sukabumi susuri Rel kereta api disebabkan kehabisan bekal di perjalanan hohoho..

-Oh ya, kadang aku makan bakso di dalam gelas, bukan di mangkuk, kadang juga aku makan bakso ketika masih di dalam bungkus plastiknya !

Satu lagi, sampai sekarang aku suka ketawa-tawa sendiri kalau ingat di suatu malam, ketika aku tidur di ruang baca DKC, ketika aku terjaga sebentar dan melihat notebooknya seorang penyair, temanku, di notebooknya itu aku lihat Film Crayon Sinchan yang lucu banget, hahhahaa..!

Cukup dulu dari saya, teman-teman yang punya kekonyolan seperti di atas, boleh banget berbagi cerita di sini ^^

Resep Penenang Hati Yang Luka

1.Sekali sehari duduklah di depan cermin
2.Tataplah ke kedalaman matamu
3.Dengarkan denyut jantungmu
4.Tenangkan diri
5.Tunggulah setetes airmata jatuh
6.Ulangi selama tujuh hari

Perhatian:
Setelah selesai jangan lupa tersenyum pada dirimu

sumber: Rehat hati 2, Nukila amal



Dari pementasan puisi Audry juliane

Sepertinya aku merasakan kehadiran Alm. Ws. Rendra di ruangan ini

Aku melihat ranting yang rebah. Daun pisang. Hijau. Terbang di atas hitam. Ada sampah di tempatnya yang begitu indah. Menguarkan aroma sepi. Sudah terlelapkah mereka? Jika memang iya, kenapa aku tidak mendengar dengkurnya? Anak-anak muda yang berada di sekelilingku pun juga tidak mendengar dengkurnya.

Yang aku dengar hanya kidung, seseorang, bukan, tapi beberapa orang, melantunkan bait-bait puisi. Meskipun di luar bulan sedang sabit, namun di ruangan ini aku melihat purnama. Bukan hanya melihat, namun mendengar dan merasakan.

Purnama itu terlantun begitu lembut, nyaris kapas, tapi kenapa aku dibuatnya  menangis?

sajak bulan purnama-Ws Rendra

Bulan terbit dari lautan.
Rambutnya yang tergerai ia kibaskan.
Dan menjelang malam,
wajahnya yang bundar,
menyinari gubug-gubug kaum gelandangan kota Jakarta.

Langit sangat cerah.
Para pencuri bermain gitar.
dan kaum pelacur naik penghasilannya.
Malam yang permai anugerah bagi sopir taksi.
Pertanda nasib baik bagi tukang kopi di kaki lima.

Bulan purnama duduk di sanggul babu.
Dan cahayanya yang kemilau membuat tuannya gemetaran.

“kemari, kamu !” kata tuannya
"Tidak, tuan, aku takut nyonya!"
Karena sudah penasaran
oleh cahaya rembulan,
maka tuannya bertindak masuk dapur dan langsung menerkamnya

Bulan purnama raya masuk ke perut babu.
Lalu naik ke ubun-ubun menjadi mimpi yang gemilang.
Menjelang pukul dua,
rembulan turun di jalan raya,
dengan rok satin putih,
dan parfum yang tajam baunya.
Ia disambar petugas keamanan,
lalu disuguhkan pada tamu negarayang haus akan hiburan.

Yogya, 22 Oktober 1976
Potret Pembangunan dalam Puisi

Kemudian aku melihat seorang lelaki membacakan sajak mengenai ronggeng. Genit dan menggoda. Tangan, mata, dan barangkali juga jiwa, menari. Di belakang, bebayang tubuhnya pun menari.

Setelah itu, seseorang membacakan sajak tangan, lembut, haru.

Airmataku nyaris benar-benar tumpah manakala seseorang, di depanku, membacakan sajak burung kondor. Sepanjang ia melantunkan sajak, atau mantra? Tubuhku merinding, dalam kesendirian aku hayati keindahan.

Batu-batu melingkar di lantai. Mereka mendengar. Mereka tidak tidur. Batu-batu bercahaya.

sepertinya aku merasakan kehadiran Alm. Ws. Rendra di ruangan ini

Di Gedung Dewan Kesenian Cianjur, 2010


Negeri Hujan

Buku Negeri Hujan ini membuat Pira Sudham dinominasikan memperoleh hadiah Nobel Sastra pada 1990---yang akhirnya di anugerahkan kepada penyair dan kritikus Meksiko, Octavio Paz.

Beberapa hari yang lalu saya baru menyelesaikan buku karya sastrawan Thailand, Pira Sudham. Buku pertama yang saya tamatkan bulan ini, mengalahkan beberapa buku lain yang belum sempat saya baca, yang bahkan saya beli hampir dua tahun yang lalu! (Rumah tangga yang bahagia karya Leo tolstoy yang saya beli lebaran 2009  sampai sekarang belum saya selesaikan)

Judulnya Negeri Hujan, Buku ini membuat Pira Sudham dinominasikan memperoleh hadiah Nobel Sastra pada 1990---yang
akhirnya dianugerahkan kepada penyair dan kritikus Meksiko, Octavio Paz. Yang membuat saya terkesan bukan karena buku ini masuk nominasi Nobel nya, melainkan karena cerita dan cara tuturnya yang indah. Membacanya seperti menikmati sensasi manakala saya membaca novel Laskar pelangi, Sang Pemimpi, dan novel Pramudya ananta toer, Bumi Manusia. Membuat saya merenung, menyadari  realita yang terjadi di negeri ini dan manusianya, termasuk akar rumputnya, seperti, gelisah atas ketidakadilan, kemiskinan yang memerangkap penduduk, kepala desa yang korup dan tidak peduli pada pendidikan,  mimpi seorang anak petani, yang dapat kuliah ke luar negeri atas usaha dan kerja kerasnya, untuk kemudian kembali ke tanah kelahirannya.

Di google tersedia petikan novelnya, di:

http://books.google.co.id/books?id=btJNQy4gXvcC&pg=PR4&lpg=PR4&dq=negeri+hujan+pira+sudham&source=bl&ots=vsVXTis1WP&sig=n2UGQlKbq7i-zO1MLOj1HnZ4_9g&hl=id&ei=quLLTbvmIszLrQfz4JyKBA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=10&ved=0CE0Q6AEwCQ#v=onepage&q&f=false

Atau, kemarin saya lihat di salah satu toko di sukabumi, masih ada satu buah lagi, harganya 24 ribu.

Berikut paragraf pertama noivel tersebut:

Di Tahun Kuda, Boonliang Surin melahirkan anaknya yang keenam. Seorang laki-laki. Kemudian, menyusul kelahiran anak lelaki itu, hujan awal musim penghujan memberikan lagi kehidupan untuk desa Napo. Musim panas berakhir. Musim hujan telah mulai. Hujan turun siangdan malam, tumpah ruah dan memberi harapan. Seperti kebanyakan penduduk desa itu, dengan penuh harap dan perasaan gembira keluarag Surin memandang hamparan sawah sekeliling, menyenangkan dan bermakna. Musim bercocok tanam padi baru tiba.