Senin, 24 Januari 2011

Lelaki Rumput

Perlahan Rumput membuka matanya, menatap lurus ke langit-langit, beradu pandang dengan kertas-kertas yang bergelantungan, kertas-kertas berisi puisi-puisi pujangga besar yang ia gunting dari surat kabar kemudian ia gantung dengan sehelai benang; Garzia lorca, Whitman, Rilke, Neruda, Rendra, Widji Thukul, seolah sedang mengedipkan mata, mengucapkan salam selamat pagi padanya.

\\ Di sini, panas kian meninggi, sunyiku menguat dan bergelora\ sunyi dengan putaran yang menyerupai gerakan tangan lelaki tenggelam// (Pablo Neruda-bersandar pada rembang petang)

Semuanya masih sama seperti sebelum ia terjaga; Koran-koran bekas, bantal, buku, majalah, bungkus permen, sachet losion anti nyamuk, pensil, pakaian, topi, gelas, push pins, botol larutan penyegar, gelang-gelang… berserakan tak karuan di atas tempat tidurnya, menjadi seprai temani ia lelap.  Di sudut tempat tidur, sebatang lilin masih berdiri beralaskan piring, ujungnya terlihat menghitam.
            Di atas tempat tidur yang berantakan itulah semalam Rumput merayakan hari jadinya yang ke 24, seorang diri, tanpa kue, balon dan pita-pita. Hanya sebatang lilin itu, yang ia nyalakan menjelang jarum jam menyentuh angka dua belas, lalu ia pun meniup sebatang lilin setelah sebelumnya merapalkan doa-doa dalam hati.
            Ia tidak tahu apa yang berbeda dari Rumput yang berusia 24 dengan Rumput yang sebelumnya. Rasanya semua masih sama; kamar tidurnya masih berantakan, jiwanya tetap kenakak-kanakan, yang paling penting, semakin bertambahnya usia, ia semakin kesepian.
            Kemana teman-temanku pergi? Kenapa tidak ada seorang pun dari mereka yang ingat tanggal kelahiranku? Bisik Rumput dalam hati.
            Teman-teman lama sudah hilang entah ke mana, Rumput tidak bisa menemukan jejak mereka. Teman-teman baru begitu sulit di peroleh. Lagi pula semua orang sudah sangat sibuk, tidak mempunyai waktu lagi untuk sebatang Rumput liar yang diam-diam menimbun angan, kenangan, kesepian.
            Satu atau dua teman kadang berkunjung ke rumahnya, ada juga satu atau dua teman yang mengirim pesan singkat berisi basa-basi,  satu atau dua teman juga ada yang suka mengomentari sattusnya di dunia maya, bahkan, ada juga satu atau dua teman yang sekonyong-konyong masuk ke alam bawah sadarnya, memporak-porandakan mimpi indahnya, mengejar-ngejarnya, membuatnya terperosok ke dasar ngarai, terjerembab di atas aspal, berputar-putar dalam labirin, membuat Rumput nyaris mati di mimpinya sendiri!
            Sebenarnya Rumput hanya kangen sama teman-temannya..
            Rumput bangkit. Hari masih gelap. Matanya belum mampu melihat keadaan di luar jendela. Hanya aroma apak dari pakaian dan celananya yang sudah lebih tujuh hari tidak di cuci, tercium sangat pekat di hidung. Rumput berdiri, berjalan ke arah dinding. Di sana menempel kenangannya bersama teman-temannya. Waktu liburan ke kebun binatang, photo saat ke pantai, saat naik gunung, semua terabadikan.
            Satu-satu wajah di photo yang menempel di dinding seolah berbicara padanya, mengucapkan selamat ulang tahun. Arman, si bocah petualang, di photo Nampak sedang menggendong ransel besar pada pundaknya, tertawa padanya, Arman, aku kangen naik gunung!!. Lalu Yusuf, temannya waktu SMP, yang dulu sering mengajarinya sepak bola, “Payah! Masa laki-laki tidak bisa main bola!” kata Yusuf pada Rumput dulu. Ada juga Abi, yang merasa jika Rumput adalah saudara kembarnya, karena sama-sama anak bungsu, sama-sama pendiam, berkulit sawo matang, tidak suka merokok, sama–sama tidak punya pacar! Beberapa orang temannya nampak melambaikan tangan padanya, memamerkan senyum lebar.
            Kalian yang terbaik, kata Rumput dalam hati.
            Rumput tidak pandai bergaul, ia sedikit sekali memiliki teman, karena itu wajar jika ia kesepian. Di tempat tinggalnya sekarang,  orang yang ia kenal hanya ibu pemilik warteg di depan rumah, beberapa tukang ojeg di belokan gang, dan tukang bakso langganananya.
            Ia tidak tahu siapa tetangganya, siapa nama mereka, apa kegiatan mereka. Jika tidak ada orang lain yang lebih dulu bertanya padanya, tidak mungkin Rumput akan bersuara. Penyebabnya mungkin adalah rasa rendah dirinya yang berlebihan karena Rumput pernah merasakan sebuah trauma pada persahabatan.
            Ceritanya, waktu itu Rumput memberanikan diri berkenalan dengan anak-anak di komplek,  belum satu hari masa perkenalan, Rumput sudah dipermalukan, katanya, ia harus memenuhi persyaratan terlebih dulu kalau mau bergabung dengan mereka, seperti, harus punya motor, berpenampilan rapi, sholeh, harus berpendidikan, harus punya rumah keren buat basecamp, punya tropi kebanggaan dan bla bla bla..penampilannya memang seperti seorang gembel, tapi bukankah ia tetap saja seorang manusia, yang sama makan nasi seperti mereka, ia pikir, mungkin orang-orang itu jadi sombong karena makanan yang mereka makan tiap harinya adalah  emas atau perak, atau besi!
            Rumput menghela napas, ia tidak ingin mengingat kejadian itu lagi. Semua temannya tidak seperti itu, semua temannya orang baik, menerima ia apa adanya, Rumput yang kadang aneh, usil, kampungan, bodoh. Semua temannya selalu menyemangati Rumput  bahwa ia mampu menjadi penulis hebat. Selalu menyempatkan waktu guna membaca tulisan-tulisannya yang tidak seberapa.
            Di usia 24 ini, mestinya aku sudah meraih penghargaan Khatulistiwa literary award, atau anugerah pena kencana, atau penghargaan dari IKAPI sebagai penulis terbaik atas karyanya yang monumental dan best seller! Batin Rumput. Akan tetapi, pada kenyataanya, satu puisi pun belum pernah ia kirim ke media massa, satu cerpen pun belum ia bukukan. Tiap hari hanya berkhayal, berangan.
            Ia tidak tahu apakah Tuhan sudah mempersiapkan satu buah kejutan untuknya atau tidak di hari esok. Ia berharap ada.
Teman-teman, kalian memiliki kejutankah buatku? Telpon kejutan, kue kejutan, doa kejutan? Rumput membayangkan, teman-temannya akan berseru begitu ia membuka pintu,    “SURPRISE!” lalu akan nada telur mentah mendarat di rambutnya, atau seember air membasahi badannya.  Ada Arman yang tiba-tiba mengajakanya mendaki gunung, ada yusuf yang tiba-tiba datang mengajaknya ke lapang, ada Abi yang tiba-tiba membawakannya buku bacaan…
            Teman-teman, kalian ke mana.. ? di sini ia sendiri. Sebatang kara.
            Rumput turun dari tempat tidur. Kakinya terasa sangat lemah begitu menginjak lantai. Ia tidak dapat menopang berat badannya sendiri. Dengan hati-hati pintu kamar ia buka, tidak ada siapa-siapa, langkahnya kaku, tungkai kakinya bergetar, batuknya terdengar.
            Kulit sawo matangnya menjadi kerat-kerut, wajahnya mengeriput. Udara pagi mengecat rambut di kepalanya menjadi berwarna putih. Dari arah pintu depan seorang perempuan berseru.
            “Kakek, ada tamu..” pintu depan terbuka, perempuan yang memanggilnya kakek menyilakan seseorang masuk.
“Rumput, my friend, apa kabarmu? “ suara itu, wajah itu, sepertinya ia mengenalnya. “Selamat ulang tahun, maaf baru sempat berkunjung, bagaimana kabar novel barumu? Kapan lounching? Oh iya, aku membawakan hadiah buatmu Rumput, ini, pena dan buku kecil, biar kamu tetap semangat nulis, ya sekarang pena dan buku sudah menjadi barang antik, aku mendapatinya waktu berkunjung ke museum.” Arman, ia Arman, teman Karib Rumput! Rambut di kepala Arman sudah sama-sama putih sepertinya, juga suaranya, tidak jernih seperti dulu.
Rumput meraih kado dari tangan Arman, ada tulisan indah terangkai di depannya, selamat ulang tahun, di usia 84 ini semoga bahagia selalu…
            Saat ini ia hanya ingin memeluk sahabatnya, untuk kejutan paling  indah di saat rembang petang datang.

                     Cianjur 2010

0 komentar:

Posting Komentar