Sabtu, 28 Juli 2012

Senter Adam Kaisinan : Kumpulan Puisi Pertama Khoer Jurzani

Judul: Senter Adam Kaisinan
Penulis: Khoer Jurzani
Penyunting: A Muttaqin
Penerbit: Buku Bianglala
Kota terbit: Gresik
Tahun terbit: Juli 2012
Tebal buku: 48 halaman
Harga: Rp. 25.000 + Ongkos kirim
ISBN: 978-602-9415-75-9

Endorsement:

Puisi-puisi Khoer adalah puisi yang berpendaran di tempat kelabu (Mardi Luhung, Guru dan Penyair)

Khoer adalah sosok yang mengingatkan pada sebuah ajaran kebijaksanaan China yang saya yakini, bahwa: “Di dunia ini tidak ada hal yang sulit, kecuali kekhawatiran pada ketekunan hati manusia.” Khoer meski hidup di dunia yang tak “terduga” tapi mampu menampilkan ketekunan hati itu.  Dan Khoer pun menunjukkan dengan puisinya, lalu membagi pada kita semua. (Hanna Fransisca, Penyair, Cerpenis, dan penulis lakon)

Senter Adam Kaisinan adalah antologi puisi tunggal pertama Khoer jurzani,  berisi 30 puisi hasil menyuling dari saripati kehidupan dan sebuah perjalanan panjang. Di dalamnya Khoer bercerita mengenai banyak hal. Mulai mitologi sampai  kehidupan sehari-hari. Dari kucing sampai cacing, dari biji sesawi sampai Nyi pohaci. Meski Khoer dibesarkan di daerah pinggiran perkotaan, tapi ia tidak bisa melepaskan sejarahnya, bahwa ia pernah menjadi anak kampung yang sehari-hari bermain dengan lumpur. Penyair Lutfi mardiansyah bilang dalam reviewnya yang berjudul Khoer jurzani dan Puisi Wangi Padi:

Khoer tetap menjadi anak kampung yang lebih doyan memanjat pohon, mandi di sungai, dan makan nasi liwet dengan lauk ikan asin dan sambal dan lalapan. Simak saja beberapa puisi di dalam buku Senter Adam Kaisinan ini, seperti Minyak Telon Ibu, Nyi Pohaci, Sumur Bandung, dll. Banyak sekali diksi-diksi yang berbau pedusunan, semisal daun singkong, bilik, lisung, karuhun, harendong, alu, ani-ani, lumbung padi, biji sesawi, dll. Sebuah puisinya berjudul Sumur Bandung, menangkap tradisi berpamitan setiap kali seseorang mendatangi tempat asing untuk kembali pulang agar tidak diganggu setan, jin, hantu dan sebagainya: Badagna, lembutna, abdi uwih.

Kumpulan puisi Senter Adam Kaisinan sangat kental dengan nuansa kesepian dan dongeng-dongeng yang memang sudah lama menjadi obsesi Khoer. Faisal Syahreza dalam esainya yang berjudul, Anak Lelaki dan Lemari Puisi, mengatakan Khoer memang sangat  terobsesi dengan sayap, malaikat, hantu-hantu.
Dalam puisi Adam Kaisinan, di bait awal Khoer cantumkan Mantra memandikan jenazah suka Baduy, Kenekes-Banten, diambil dari buku Kesusastraan sunda. BP 1948 Hal.36,

“Puhaci balak bahan jati ngaran lemah cai                                                                                  
Puhaci keliran jati ngaran sisi cai,
Puhaci inggulah jati ngaran batu
Puhaci tasik manik  ngaran keusik
Sang mukeyi ngaran cai,
Sang ratu kerepek mana ngaran nyawa cai
Bersih badan sampurna.”   

Adam Kaisinan ialah Mitologi dari suku baduy, di mana Adam yang merasa berkuasa atas dirinya serta tidak percaya akan zat yang menciptakannya berubah wujud jadi pegunungan Kendeng di Banten Kidul, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Sementara ruh Adam kaisinan menjelma jadi raja ular batara nagaraja.Para ahli masih memperdebatkan apakah Adam kaisinan dalam mitologi Suku Baduy adalah Adam yang juga salah satu Nabi dalam Agama Syamawi.

Faisal syahreza dalam esainya, Anak Lelaki dan Lemari puisi menyebutkan:
Puisi khoer dibentuk dari alam bawah sadar yang sudah akut  ia kandung, di mana puisi-puisinya didominasi oleh memorial dan dunia khayal anak-anak yang sudah lama tercuri darinya. Tidak heran mengapa sesosok ibu selalu jadi tujuan pertama Khoer dalam menulis puisi. Alhasil, Khoer menuliskan peristiwa yang bersejarah dalam hidupnya, dengan tokoh ibu. Saya kutipkan puisinya berikut sebagai kecurigaan saya:

Ibu adalah baiduri, tempat pertama kali aku mengenal cinta. Suatu hari, kulihat baiduriku diamdiam menjatuhkan embun serupa pecahan beling di kedua danau pada wajahnya yang bening. Bapak pulang, membawaku pergi dari rumah di samping ladang singkong. Suara ibu terdengar samar, memanggilku untuk kembali. Tapi bapak malah menyuruhku memanggil perempuan lain dengan sebutan ibu. Padahal belum sekalipun ia melumuri tubuhku dengan minyak telon dan doadoa seperti yang dilakukan ibu padaku. 

Khoer lewat objek ‘minyak telon’ dalam puisi tersebut mencoba menaklukan rintangan yang berat bagi setiap orang, yakni : jarak dan samarnya sebuah nasib.

Pemilihan objek dalam puisi Khoer terkesan sederhana, apa adanya dan lancar begitu saja. Tiba-tiba misalnya ‘senter’ muncul sebagai komoditas untuk membicarakan mimpi dan kemuramannya sendiri. Keinginan Khoer untuk melacak identitas dirinya, memang tampak kuat dalam penggunaan benda-benda yang kerap muncul dalam puisi. Tali rapia, kardus basah, debu dan barang loak lainnya adalah menu biasa yang pernah digeluti dalam hidupnya.

Lutfi Mardiansyah, dalam reviewnya, Khoer jurzani dan Puisi Wangi Padi:
Secara keseluruhan, puisi-puisi di dalam buku ini seperti keripik singkong dengan bumbu rempah: renyah. Bahasanya mengalir, enak dibaca, dengan sisi estetik yang tetap terjaga. Keberagaman tema yang dihadirkan juga membikin buku ini jadi tambah lezat, seperti lotek, atau karedok. Khoer berhasil untuk tidak menjadi durjana, hanya menjadi Jurzani, ia menjadi satu dari sekian banyak manusia yang hidup di dalam lingkaran bernama kota, tanpa harus kehilangan identitasnya sebagai seorang desa, seorang kampung, seorang dusun. Khoer cuma penyair yang ingin tetap setia kepada bunyi seruling, tak tertarik pada musik disko. Tapi ia sama sekali tidak kampungan, hanya karena ia berasal dari sebuah kampung.

Eka Budianta, penyair, anggota Dewan Pakar Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) mengatakan dalma endorsementnya:.

"Modal utama untuk menjadi penyair adalah keberanian dan ketulusan hati. Kedua hal ini sudah dimiliki oleh Khoer Jurzani, sehingga puisi-puisinya layak dibaca dan dihargai. Untuk beberapa hal, kita boleh merasa cemburu, karena ia berani mengatakan hal-hal yang sangat telak. Semoga keberanian dan ketulusan hatinya ini disempurnakan dengan niat baik dan semangat yang positif untuk memelihara dan memperindah kehidupan. Hal ini tidak hanya tergantung pada kemampuan penulisnya, tetapi juga respons yang positif dari para pembacanya. Selamat berkarya, selamat merenungkan sedalam apa cinta kita pada orangtua, seperti yang diisyaratkan oleh Khoer Jurzani."

Sebenarnya, siapa gerangan Khoer jurzani? Anda bisa mengetahuinya langsung setelah membaca buku ini.

Jika tertarik memiliki buku puisi Senter Adam Kaisinan, silakan pesan via SMS ke 085723333590 (Khoer Jurzani)  atau inbok Facebook dengan format: Nama, Alamat Lengkap, Judul Buku yg dipesan, Jumlah pembelian. Lalu nanti buku bianglala akan mengkonfirmasi ongkos kirim ke alamat teman-teman. Karena, seperti yang dibilang Khoer, buku ini masih tersedia secara online.

Salam.

1 komentar:

Partikel mengatakan...

Nice post :) hope i can write my own book['s]. Pleasure to read your post

Posting Komentar