Seperti katamu, pagi ini kita akan sarapan di pabrik, dua bungkus plastik berisi nasi telah kau bungkus bersama beberapa biji cabe, botol aqua telah penuh berisi air putih, biar kayak dokter, minum air putih menyehatkan badan , katamu, di jalan kita mampir ke warung untuk membeli gorengan.
Pintu rumah ibu biarkan tidak terkunci, tidak ada barang-barang yang patut di curi memang, lagi pula bapak belum pulang dari pasar, ia tidak membawa kunci cadangan.
Sudah, jangan kau pedulikan anak-anak tetangga itu, kata ibu padaku ketika kulihat beberapa anak tetangga berseragam putih merah berangkat ke sekolah membawa sekotak makanan di antar ibunya. Usiamu sudah delapan tahun, badanmu sudah bongsor, tidak cocok lagi untuk sekolah, orang seperti kita lebih baik berangkat ke pabrik atau pasar untuk nyari duit, sekolah tidak membuat orang jadi sholeh, kata ibu padaku, tidak terasa kami sudah sampai di depan pintu gerbang pabrik daur ulang barang-barang bekas,
ketika hendak memasuki pabrik, sepertinya aku melihat sosok bapak di seberang jalan sana, ibu ada bapak di seberang jalan, boleh aku menemuinya? Kataku, tanpa pikir panjang lagi ku lepas genggaman ibu, berlari ke arah bapak,
ke arah sebuah lorong panjang, sempit, pengap, ku lihat wajah bapak di sebuah ujung, membalikan badannya, berjalan, aku ikuti dengan nafas tersengal, aku ikuti dia, hingga peluh menetes tidak terkendali, membanjiri tubuh,
"Bapak, mau kau bawa kemana diriku, Haruskah aku terus mengikutimu, langkah yang patah, tak tentu arah, atau kembali pada ibu, kembali ke pabrik itu... "
Hingga selesai ku seberangi jalan, tidak ku dapati sosok bapak sama sekali, hanya teriakan ibu terdengar dari seberang,
"Nak, kamu lupa membawa topimu, kemarilah dulu, biar ibu sematkan topi ini untuk melindungi kepala kecilmu..."
Pintu rumah ibu biarkan tidak terkunci, tidak ada barang-barang yang patut di curi memang, lagi pula bapak belum pulang dari pasar, ia tidak membawa kunci cadangan.
Sudah, jangan kau pedulikan anak-anak tetangga itu, kata ibu padaku ketika kulihat beberapa anak tetangga berseragam putih merah berangkat ke sekolah membawa sekotak makanan di antar ibunya. Usiamu sudah delapan tahun, badanmu sudah bongsor, tidak cocok lagi untuk sekolah, orang seperti kita lebih baik berangkat ke pabrik atau pasar untuk nyari duit, sekolah tidak membuat orang jadi sholeh, kata ibu padaku, tidak terasa kami sudah sampai di depan pintu gerbang pabrik daur ulang barang-barang bekas,
ketika hendak memasuki pabrik, sepertinya aku melihat sosok bapak di seberang jalan sana, ibu ada bapak di seberang jalan, boleh aku menemuinya? Kataku, tanpa pikir panjang lagi ku lepas genggaman ibu, berlari ke arah bapak,
ke arah sebuah lorong panjang, sempit, pengap, ku lihat wajah bapak di sebuah ujung, membalikan badannya, berjalan, aku ikuti dengan nafas tersengal, aku ikuti dia, hingga peluh menetes tidak terkendali, membanjiri tubuh,
"Bapak, mau kau bawa kemana diriku, Haruskah aku terus mengikutimu, langkah yang patah, tak tentu arah, atau kembali pada ibu, kembali ke pabrik itu... "
Hingga selesai ku seberangi jalan, tidak ku dapati sosok bapak sama sekali, hanya teriakan ibu terdengar dari seberang,
"Nak, kamu lupa membawa topimu, kemarilah dulu, biar ibu sematkan topi ini untuk melindungi kepala kecilmu..."
Cianjur 2010
0 komentar:
Posting Komentar