Naik kereta api tuut, tuut, tuut, siapa hendak turut..
Kereta api Sukabumi-Bogor sudah mulai beroperasi kembali pada akhir tahun 2013. Setelah sempat mati suri, menyebabkan saya harus naik kendaraan coolt mini yang tidak seromantis dan sepuitis naik kereta jika akan pergi ke kampung halaman di Bogor. Ingatan saya tentang kereta bangkit. Saya mulai mencari tahu, berapa jenis kereta yang saya kenal dalam hidup saya? Kereta api, kereta kuda, kereta bayi, kereta malam, kereta pagi atau kereta jenazah? Saya tidak tahu apakah ketika masih bayi saya pernah menggunakan kereta bayi atau tidak, sebagaimana bayi-bayi yang terlahir di kampung nun jauh di kaki gunung salak barangkali saya hanya merasakan naik ayunan yang terbuat dari kain batik panjang, atau dalam bahasa sunda disebut kain kebat. Istilahnya di ais, satu kata tiga huruf yang jika di bolak-balik akan menjadi kata yang memiliki makna sendiri, asi, isa, sai, sia.
Kereta
pagi adalah judul puisi yang saya tulis dalam perjalanan ke Bandung,
saya masih ingat, empat atau lima tahun lalu naik kereta api dari
Cianjur ke Stasiun Ciroyom-Bandung tiketnya hanya seribu lima ratus
rupiah, bandingkan dengan naik bus sekarang yang bisa mencapai 20 ribu
sampai ke Bandung dari Cianjur.
Kereta Pagi merupakan
judul puisi yang ada di buku kumpulan puisi saya, Anak-Anak lampu.
Belakangan saya sering mendengar orang-orang melantunkan lagu dangdut
dengan judul yang hampir sama dengan judul puisi yang saya tulis, Kereta
Malam. Belakangan saya tahu istilah kereta di Indonesia memiliki makna
berbeda dengan di Malaysia. Di sana kereta adalah sebutan untuk
kendaraan roda empat seperti mobil.
Kereta merupakan
kendaraan yang saya anggap memiliki nilai spiritual paling kental,
paling religius, bila dibandingkan bus kota atau angkutan umum yang
tidak memiliki gerbong. Gerbong dalam rangkaian kereta api saya
analogikan bagian tubuh manusia yang disatukan oleh rantai kehidupan,
patuh mengikuti gerbong utama yang dikemudikan sang masinis. Kemana pun
pergi selalu bersama-sama agar tidak ketinggalan untuk tiba di tempat
tujuan, sebuah stasiun keberangkatan atau bisa juga stasiun
persinggahan. Sitok Srengenge menulis: andai akulah gerbong itu, akan kubawa kau dalam seluruh perjalananku.
Kereta
merupakan kendaraan yang akan menjemput dan mengantarkan kita pada
kehidupan yang baru. Masih ingat kereta yang digunakan Harry Potter dan
kawan-kawannya yang bisa menembus tembok lalu terbang di atas awan
menuju sebuah kastil tempat mereka akan belajar? Kereta, terutama kereta
api bisa juga menjadi indikasi sejauh mana suatu Negara telah mencapai
tingkat perkembangan dalam transportasi. Di Jepang dan Eropa misalnya,
kereta api monorel, kereta api super cepat dan kereta api bawah tanah
sudah menjadi transportasi massal anti macet dan anti lelet.
Alasan
utama saya mengatakan bahwa kereta merupakan kendaraan yang paling
religius, sebab hanya kereta, dalam hal ini kereta jenazah yang
keberadaannya selalu saya lihat di masjid atau mushola di tiap kecamatan
dan desa. Bahkan di masjid tempat biasa saya shalat jumat, tempat
penyimpanan kereta jenazah itu berada di dalam masjid, di letakkan di
bagian atas lantai, hampir menyentuh atap. Di bawah kereta jenazah
itulah saya paling senang duduk sambil mendengarkan khotbah jumat, sebab
orang lain jarang ada yang mau duduk di bawah kereta jenazah. Kereta
jenazah yang terbuat dari rangkaian besi, sepertinya akan membuat
tulang-tulang di tubuh saya patah dan remuk apabila suatu ketika kereta
jenazah tiba-tiba jatuh menimpa saya yang sedang shalat jumat di
bawahnya.
Masinis,
juru kemudi kereta, sering diibaratkan sebagai imam dalam shalat
berjamaah. Guru mengaji saya pernah mengatakan,bahwa orang-orang shaleh,
para sahabat akan mengisi gerbong utama bersama sosok yang mereka cinta
kelak di akhirat. Dalam dunia sastra banyak juga yang menjadikan kereta
sebagai inspirasi menulis sajak. Seperti Chairil Anwar yang menuliskan
kereta bak jerit lengking kedukaan . Atau Wan Anwar, yang menulis: jika timur itu hari depan, mengapa laju kereta kembali ke masa silam ( Pertanyaan di stasiun kereta)
Kereta
merupakan kenangan, masa kini dan harapan. Rumah saya berada di
pinggir rel kereta api. Subuh hari, ketika saya masih kanak dan
saudara-saudara saya masih lajang dan nenek dan ibu saya di kampung
masih kuat berjalan, merupakan saat paling istimewa bagi kami berjalan
menyusuri remang lampu jalan dan gulita rel malam menuju stasiun
keberangkatan. Pada masa itu, rumah nenek dijadikan transit untuk pergi
ke stasiun. Keberangkatan di dalam laju kereta pagi menuju kampung
halaman di kaki gunung terasa menyenangkan dan tanpa hambatan.
-di tulis di Ruangan UKM Masyarakat Kampus Cinta Seni Al-Azhary (MASKA CS)
2014